Pengikut

Selasa, 17 Januari 2012

KAJIAN KINERJA METODE AMPLIFIKASI 0,4 kb DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DAERAH D-LOOP HIPERVARIABEL II UNTUK KEPERLUAN FORENSIK

A.    Pendahuluan
DNA mitokondria (mtDNA) banyak ditemukan pada sel-sel atau jaringan yang memiliki aktivitas metabolit tertinggi atau pada daerah-daerah yang memerlukan ATP dalam jumlah banyak, seperti pada bagian ekor sel sperma, sel epitel yang aktif membelah pada jaringan epidermis kulit dan sel otot jantung [Thorpe, 1984; Albert et al., 1994].
Ada tiga karakteristik mtDNA yang dapat dijadikan alat yang signifikan untuk keperluan analisis forensik. Pertama, mtDNA mempunyai copy number yang tinggi, meskipun di dalam sel yang tidak mengandung inti [Robin and Wong, 1988]. Jumlah copy per sel yaitu sekitar 1000-10.000 sehingga mtDNA dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah DNA yang sangat terbatas, atau DNA yang mudah terdegradasi, apabila analisis DNA inti tidak dapat dilakukan [Moore and Isenberg, 1999]. Kedua, mtDNA manusia diturunkan secara maternal sehingga setiap individu pada garis keturunan ibu yang sama akan mempunyai tipe mtDNA yang identik. Karakteristik mtDNA ini sangat berguna untuk penyelidikan kasus orang hilang atau menentukan identitas seseorang dengan membandingkan mtDNA korban terhadap mtDNA saudaranya yang segaris keturunan ibu [Moore and Isenberg]. Ketiga, mtDNA mempunyai laju polimorfisme yang tinggi dengan laju evolusinya sekitar 5-10 kali lebih cepat dari DNA inti. D-loop merupakan daerah yang mempunyai tingkat polimorfisme tertinggi dalam mtDNA dimana terdapat dua daerah hipervariabel dengan tingkat variasi terbesar antara individu-individu yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Karena itu, dalam penentuan identitas seseorang atau studi forensik dapat dilakukan hanya dengan menggunakan daerah D-loop mtDNA saja [Orrego and King, 1990].
Tahapan analisis forensik dengan referensi DNA meliputi: lisis sel sampel, amplifikasi DNA, dan dilanjutkan dengan penentuan urutan DNA. Langkah selanjutnya adalah membandingkannya dengan urutan DNA referensi, yang telah dianalisis dengan tahapan yang sama. Metode-metode pengambilan sampel, proses perbanyakan dan pemurnian DNA, hingga penentuan urutan DNA untuk tujuan identifikasi seseorang memerlukan waktu yang tidak cepat, apalagi jika DNA yang dianalisis adalah DNA inti, bukan mtDNA.

B.     Resume Penelitian I
Penelitian bioteknologi untuk keperluan forensik dengan referensi DNA telah dilakukan oleh Hartati dengan judul: Amplifikasi 0,4 kb Daerah D-Loop DNA Mitokondria dari Sel Epitel Rongga Mulut untuk Keperluan Forensik (2005).
Pada penelitian ini, secara khusus dilakukan untuk memodifikasi metode lisis sel dari sel epitel rongga mulut dengan cara mouth scrap metode Maniatis [Sambrook et al.,1989], dilanjutkan dengan mengamplifikasi 0,4 kb daerah Dloop mtDNA dengan teknik PCR menggunakan primer M1/M2.
1.      Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menentukan kajian kinerja metode untuk analisis keperluan forensik dengan cara yang paling mudah dalam pengambilan sampel dan lisis sel, dan cara yang paling cepat dalam amplifikasi mtDNA-nya, yaitu mouth scrap hasil modifikasi metode Maniatis.
2.      Pembahasan
Metode tersebut telah berhasil mengamplifikasi 0,4 kb daerah D-loop mtDNA manusia dari sel epitel rongga mulut. Sampel mtDNA diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer M1/M2. Elektroforesis Fragmen PCR 0,4 kb dilakukan dengan penghantar arus pada tegangan 75 volt selama 45 menit serta digunakan pUC19/HinfI sebagai marker. Kinerja metode dengan cara mouth scrap hasil modifikasi metode Maniatis adalah proses lisis dapat berlangsung dengan cepat selain nukleotida yang digunakan adalah mtDNA. Metode Maniatis yaitu dengan menggunakan bufer lisis dan proteinase K. Tween-20 dalam buffer lisis berprinsip seperti detergen yang mempunyai ekor hidrofob dan bagian yang hidrofil.
Ekor hidrofob Tween dapat menggangu integritas fosfolipid yang merupakan salah satu komponen membran sel sehingga integritas membran sel rusak. Sementara proteinase K dapat mendegradasi protein membran sel dan juga membran mitokondria, sehingga kedua pereaksi bekerja secara simultan dalam memecah membran sel dan sekaligus memecah membran mitokondria sehingga DNA yang terdapat dalam matriks mitokondria dapat keluar dari sel sedangkan aktivitas enzim nuklease yang dapat mendegradasi DNA bila DNA keluar dari sistem sel dihambat oleh adanya EDTA dalam bufer lisis.
Proses amplifikasi 0,4 kb daerah D-loop memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran sekitar 0,4 kb yang terletak diantara pita 517 pb dan pita 396 pb standar pUC19/HinfI (dapat dilihat pada gambar). Kontrol positif proses PCR digunakan sampel sel darah yang sudah berhasil diamplifikasi pada kondisi PCR yang sama. Kontrol positif memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran sekitar 0,4 kb. Sedangkan kontrol negatif digunakan ddH2O steril sebagai pengganti templat. Kontrol negatif tidak memberikan hasil amplifikasi.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode alternatif yang paling mudah dan cepat untuk keperluan forensik dalam tahap lisis sel dan amplifikasi DNA, sebelum tahap penentuan urutan DNA.
3.      Simpulan
Metode Maniatis yang telah dimodifikasi dengan penggunaan cara mouth scrap untuk pengambilan sampel dapat menunjang proses amplifikasi 0,4 kb daerah D-loop untuk keperluan forensik dan kinerja metode Maniatis dapat berlangsung cepat.

C.    Resume Penelitian II
Peneliti sebelumnya telah menentukan urutan nukleotida daerah D-Loop hypervariable 1 (HVS1) dengan homologi 100% keturunan ibu pada tiga dan tujuh generasi. Namun, mutasi yang sama di wilayah HVS1 pada beberapa individu tidak menjamin keberadaannya klan hubungan keturunan ibu, karena analisis database mtDNA di FBI adalah mengindikasikan bahwa meskipun urutan nukleotida di wilayah HVS1 homologi, belum tentu hal yang sama terjadi di wilayah HVS2. Yohanis Ngili dkk. (2008) meneliti homologi urutan nukleotida di wilayah HVS2 dengan judul: Sequence of homology in the noncoding region at 3 and 7 generations in one mother lineage and 4 individual of bali bomb victims.

1.      Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan homologi urutan nukleotida HVS2 pada tiga dan tujuh generasi keturunan ibu.
2.      Pembahasan
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa urutan nukleotida HVS2 pada tiga dan tujuh generasi keturunan ibu di atas adalah homolog. Sampel mtDNA diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan HV2F / HV2R primer. Fragmen PCR 0,4 kb hasil PCR diurutkan dengan metode Sanger Dideoksi menggunakan DNA Sequencer Otomatis (Automatic DNA Sequencer). Hasil ini menunjukkan bahwa 370 pb sekuensing urutan nukleotida HVS2 pada tiga dan tujuh generasi keturunan ibu memiliki homologi 100%. Penggabungan analisis untuk wilayah HVS1 dan HVS2 signifikan untuk menentukan identitas seseorang sampai tujuh generasi dan dapat digunakan untuk analisis forensik. Analisis sampel dari 190 korban kecelakaan Bali berdasarkan homologi daerah HVS1 berhasil mengidentifikasi 4 individu. Selanjutnya analisis untuk 3 individu menunjukkan homologi 100% pada area HVS2. Hasil ini merupakan konfirmasi identifikasi sebelumnya yang hanya berdasarkan HVS1, karena HVS2 juga homolog.
3.      Simpulan
Urutan nukleotida HVS2 pada tiga dan tujuh generasi keturunan ibu adalah homolog 100%

D.    Tanggapan
Perhatian dari kedua penelitian di atas adalah pada 0,4 kb urutan nukleotida daerah D-loop mtDNA manusia yang memiliki polimorfisme tertinggi. Hal yang menyatukan kedua penelitian di atas adalah meningkatkan daya guna daerah kontrol mtDNA untuk keperluan forensik karena pada daerah kontrol (D-loop) memiliki urutan nukleotida yang homolog pada tiga dan tujuh generasi keturunan ibu. Penelitian Hartati memanfaatkan sifat mtDNA yang berbeda dengan DNA inti untuk mencari solusi peningkatan kinerja metode untuk mengamplifikasi 0,4 kb urutan nukleotida daerah D-loop mtDNA manusia, yaitu dengan menggunakan cara mouth scrap hasil modifikasi metode Maniatis, sedangkan Ngili memanfaatkan sifat HVS 2 yang memiliki polimorfisme tertinggi yang sama dengan HVS I daerah D-loop, yaitu menentukan homologi urutan nukleotida HVS2 pada tiga dan tujuh generasi keturunan ibu.

E.     Simpulan
Kedua penelitian memanfaatkan sifat mtDNA dan meningkatkan daya daya guna daerah kontrol mtDNA yang memiliki polimorfisme tertinggi untuk keperluan forensik.
Hartati memanfaatkan sifat mtDNA untuk meningkatkan kinerja metode Maniatis yang telah dimodifikasi dengan penggunaan cara mouth scrap untuk pengambilan sampel dapat menunjang proses amplifikasi 0,4 kb daerah D-loop, sedangkan Ngili memanfaatkan sifat HVS 2 untuk menentukan homologi urutan nukleotida HVS2 pada tiga dan tujuh generasi keturunan ibu.

F.     Daftar Pustaka
Hartati, Yeni W., & Maksum, Imam P. (2005). Amplifikasi 0,4 kb daerah D-Loop DNA mitokondria dari sel epitel rongga mulut untuk keperluan forensik. Bionatura Volume 07 Nomor 03 Tahun 2005. Diambil dari http://repository.unpad.ac.id/handle/123456789/2451?show=full pada tanggal 22 oktober 2011.

Moore, J.M., Isenberg, A.R., (1999) Mitochondrial DNA analysis of the FBI laboratory, Forensic Science Communication, 1 (2).

Ngili, Yohanis. (2008). Sequence of homology in the noncoding region at 3 and 7 generations in one mother lineage and 4 individual of bali bomb victims. International Conference on Mathematics and Natural Sciences 2008. Diambil dari http://journaldir.petra.ac.id/browse_article.php?id=1038 pada tanggal 22 Oktober 2011.

Orrego, C., and King, M.C., (1990) Determination of familial relationships, di dalam PCR protocols a guide to methods and application, Academic press, Inc. San Diego, California, USA.

Robin, E.D., and Wong, R., (1988) J. Cell. Phys. 136: 507-513.

Thorpe, N.D., (1984) Cell biologi, John Wiley & Sons Inc. New York, 387 – 428.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar