Pengikut

Jumat, 11 November 2011

Judul Resume: Mutation Analysis of Mitochondrial DNA Control Regions: A Study on Ectoderm Tissues

(Analisis Mutasi Daerah Kontrol DNA mitokondria: Sebuah Studi Jaringan Ektoderm)

Oleh:
Yohanis Ngili, Yoni F. Syukrian, Adang S. Ahmad dan A. Saifuddin Noer
Publikasi:
International Seminar Biotechnology OII / 66

Resumer: Irwandi
Pendahuluan
Riset genomik DNA mitokondria (mtDNA) manusia dengan sifat-sifatnya yang khas mewarnai perkembangan research and development bidang bioteknologi. Sifat tersebut di antaranya bentuknya yang melingkar sepanjang  16.569 pb, dengan cara penomoran urutan nukleotida pada genom mitokondria yang disusun oleh Anderson, sistem penomoran ini disebut juga cambridge reference sequence (CRS) (Anderson et al, 1981).  Sifat khas lain yaitu mtDNA manusia sangat polimorfik karena laju mutasi yang tinggi (5-10 kali lebih cepat daripada mutasi urutan nukleotida pada DNA inti), dan diwariskan secara maternal (Asnar, 2006).
Sistem genetik inti sel yang terdiri dari DNA kromosom Berbeda dengan mtDNA yaitu mtDNA tidak memiliki aktivitas proofreading. Dengan demikian, kesalahan replikasi tidak dapat dihilangkan dengan cara ini dan mutasi mudah terjadi. Tingkat mutasi mtDNA yang tinggi dalam menyebabkan perbedaan sekuens mtDNA antara individu dapat dengan mudah diamati.
Urutan nukleotida pada mtDNA dibagi menjadi dua, yaitu daerah pengontrol gen (control region) atau D-loop yang urutan nukleotidanya tidak mengkode protein (non-coding region) dan daerah pengkode protein (coding region). Selama lebih dari dua dekade, para peneliti telah mengumpulkan informasi urutan nukleotida daerah D-loop mtDNA individu-individu yang berasal dari berbagai kelompok etnis di seluruh dunia.  Informasi tersebut telah dimanfaatkan dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain studi tentang evolusi, bioetnoantropologi, arkeologi dan genetika populasi. Informasi yang signifikan dalam penelitian dikaitkan dengan daerah D-loop mtDNA adalah daerah tersebut bersifat hipervariabel yang rentan terhadap mutasi. Sifat hipervariabelitas ini telah dikaitkan dengan mutasi mtDNA dan perbandingan urutan antara individu, etnis dan penuaan. Studi data urutan nukleotida daerah pengode protein berbeda dengan studi data urutan nukleotida daerah D-loop, yaitu dimanfaatkan untuk menyelidiki penyakit genetik. Asnar (2006) menyatakan haplotipe bersama dengan mutasi pada situs lain, juga mempunyai hubungan dengan beberapa penyakit. Haplotipe adalah rangkaian polimorfisme pada individu dan pengelompokan haplotipe disebut haplogroup.
Data urutan nukleotida mtDNA telah dikenal dan dipelajari di tingkat mutasi, dan dapat terus dikembangkan dengan anggapan bahwa pada awalnya, manusia berasal dari sel tunggal yang merupakan hasil dari proses pembuahan. Sel tunggal ini memiliki beberapa salinan mtDNA dengan urutan nukleotida yang sama. Selain itu, telah ada pertumbuhan dalam jumlah sel-sel menjadi lebih banyak, melalui proses embriogenesis. Ketika jumlah sel-sel yang telah mencapai tingkat tertentu, sel-sel ini telah dibedakan ke dalam tiga lapisan embrionik, yaitu lapisan ektoderm (otak besar dan kulit), mesoderm (ginjal dan limpa), dan entoderm (hati dan pankreas). Mutasi yang terjadi selama embriogenesis dalam DNA mitokondria dapat diketahui yaitu melalui analisis urutan DNA mitokondria dalam sel-sel yang berasal dari lapisan embrio manusia.
Penelitian ini untuk menentukan apakah ada keragaman mtDNA yang berasal dari jaringan kulit dan jaringan mukosa mulut yang diperoleh dari individu yang sama, kemudian bagaimana pola mutasi nukleotida D-loop mtG asli berasal dari jaringan yang berbeda. Kulit dan jaringan mukosa mulut adalah hasil diferensiasi dari lapisan ektoderm embrio manusia.

Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, analisis dilakukan pada fragmen D-loop dan ATPase dalam mtDNA. D-loop adalah daerah non-coding, sementara ATPase adalah daerah yang mengode enzim ATPase dalam mitokondria. D-loop berfungsi sebagai kontrol untuk proses replikasi dan transkripsi mtDNA, sedangkan mutasi di daerah ini tidak berpengaruh pada fungsi protein apapun. Mutasi pada gen ATPase akan mempengaruhi fungsi protein (enzim) yang diproduksi. Gangguan fungsi protein ini dapat menyebabkan penyakit dan bahkan kematian.
Penelitian ini dimulai dengan sampel individu dalam jaringan tubuh yang berbeda melalui autopsi dan mengikuti prosedur/etika yang berlaku. Lisis sel untuk mendapatkan template mtDNA menggunakan DNA QIAamp Mini Kit. Lalu, template mtDNA diperkuat dengan teknik PCR menggunakan REPLI-g Mitochondrial DNA. Fragmen PCR sequencing daerah D-loop mtDNA dengan Metode Sanger. Penentuan diferensiasi dan mutasi urutan nukleotida diketahui melalui electropherogram in-silico setiap sampel dianalisis menggunakan program Seqman in DNA Star.

Pembahasan
Analisis urutan nukleotida menunjukkan perbandingan keragaman mutasi yang terjadi di D-loop mtDNA pada individu tertentu. Di daerah D-loop, sampel kulit yang diamati terdapat tujuh belas mutasi, sedangkan sampel jaringan mukosa mulut diamati terdapat enam belas mutasi bila dibandingkan dengan standar urutan nukleotida dari CRS. Di antara semua mutasi yang terjadi pada kedua sampel, ada dua mutasi yang belum dilaporkan, bahwa mutasi C (1917) T, C (16270) G, dan C (16444) T. Dalam kedua sampel, ada empat belas mutasi identik. Selain itu, antara dua sampel juga mengandung mutasi yang berbeda. Hasil analisis urutan dan mutasi nukleotida mtDNA pada kedua daerahnya, yaitu daerah D-loop dan daerah non D-loop dapat disatukan dan dimanfaatkan sebagai acuan untuk analisis forensik.

Simpulan
Simpulan hasil analisis urutan nukleotida mtDNA dari jaringan ektoderm yaitu kedua sampel yang berasal dari lapisan ektoderm embrio manusia memiliki keragaman mutasi atau dapat dinyatakan dalam derajat kesamaan atau homologi urutan nukleotida tidak sama dengan 100%, sedang pola mutasinya sebagian besar identik jika dibandingkan dengan jumlah mutasi urutan nukleotida mtDNA yang berasal dari kedua jaringan tersebut. Oleh karena itu, analisis urutan nukleotida mtDNA hendaknya menggunakan jaringan yang sama sebagai sumber DNA template untuk memeriksa homologi urutan nukleotida mtDNA.
 
Tanggapan
Penentuan keragaman dalam penelitian tersebut sebaiknya dinyatakan melalui prosentase atau statistik. Skala untuk menerangkan prosentase atau statistik hasil olah data harus mengacu atau melakukan penelitian yang berulang-ulang tentang mutasi urutan nukleotida mtDNA pada jaringan yang sama, baik pada individu yang sama atau pada individu yang berbeda. Penelitian telah dilanjutkan, yaitu analisis urutan dan mutasi nukleotida mtDNA pada jaringan mesoderm dan entoderm dan menyatakan bahwa ada perbedaan dalam mutasi yang terjadi dibandingkan dengan revised Cambridge Reference Sequence (r-CRS). Selanjutnya, analisis keselarasan; data sekuens nukleotida mtG tiap jaringan di setiap lapisan diduga tidak ada keragaman mutasi yang terjadi di semua daerah termasuk D-loop mtG (Ngili, 2010).

Daftar Pustaka
Anderson, S., Bankier, A.T., Barrell, B.G., de Bruijn, M.H., Coulson, A.R., Drouin, J., Eperon, I.C., Nierlich, D.P., Roe, B.A., Sanger, F., Schreier, P.H., Smith, A.J., Staden, R., and Young, I.G., (1981), Sequence and organization of the human mitochondrial genome, Nature, 290 (5806) page 457-467.

Asnar, Bhakti Maulana. (2006). Skrining delesi 9pb DNA mitokondria pada manusia. Tesis. ADLN Digital Collections. Diunduh dari: http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-asnarbhakt-1734 pada: 10/27/2011 5:30 AM

Ngili, Yohanis et al. (2010). Mutation analysis of mitochondrial DNA control regions: a study on ectoderm tissues. International Seminar Biotechnology OII.

Ngili, Yohanis. et al. (2010). Human mitochondrial DNA analysis on different tissues (a study on the overall DNA fragments and its nucleotide mutations). Proceedings of the Third International Conference on Mathematics and Natural Sciences (ICMNS 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar